Selasa, 19 Februari 2008

Halaqoh Mufassir

Rekomendasi Workshop/ Halaqah Tafsir
Bagi Dosen-Dosen Tafsir PTAI
Di Pekan Baru, 22-23 Nopember 2007

1. 'Ketidakberdayaan' umat Islam Indonesia dalam merespon berbagai perkembangan modern sebagai dampak globalisasi menuntut adanya upaya rekonstruksi pemahaman keagamaan melalui tafsir yang visioner dan membumi terhadap teks-teks keagamaan; Alquran dan Hadis.
2. Agar tidak menimbulkan ketegangan konseptual di tengah masyarakat Indonesia yang pluralistik, tafsir dimaksud hendaknya dapat memanfaatkan ilmu-ilmu sosial, sains dan teknologi yang berkembang saat ini, dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip dasar keilmuan Islam.
3. Demi tercapainya pemahaman teks keagamaan yang lebih membumi untuk konteks paling kontemporer, maka perlu dikembangkan kajian tafsir interdisipliner sebagai bentuk ijtihâd jamâ`iy (ijtihad kolektif) dalam tafsir dengan mengoptimalkan kerja sama intelektual sesama ilmuwan dalam berbagai bidang keahlian, melalui wadah seperti konsorsium/ himpunan peminat studi tafsir.
4. Sebagai agen perubahan masyarakat, perguruan tinggi agama Islam dapat berperan melahirkan karya-karya tafsir atau kader mufasir modern yang responsif terhadap berbagai problematika yang timbul, menghadirkan nilai-nilai ajaran Islam yang sejalan dengan tuntutan zaman, dengan tetap menjaga eksistensi agama sesuai pandangan hidup sebagai seorang Muslim.
5. Peran tersebut masih dirasa kurang memadai mengingat berbagai persoalan yang ada, mulai dari kualitas mahasiswa dan dosen, yang diakui banyak pihak sangat rendah, sampai kepada silabus yang diajarkan dan perpustakaan yang kurang memadai. Untuk itu perlu dilakukan upaya-upaya peningkatan dan perbaikan di berbagai sektor.
6. Agar dapat merespon perkembangan baru dalam masyarakat, dan sejalan dengan tantangan modernitas, perlu dikembangan kurikulum terbuka (open curriculum) dalam bentuk mata kuliah tambahan atau pilihan, selain kurikulum tertutup (closed curriculum) yang mengajarkan ilmu-ilmu dasar keislaman sehingga dosen dan mahasiswa tidak tercerabut dari akar tradisi keilmuan Islam.
7. Hermeneutika sebagai bagian dari ilmu sosial dapat dipertimbangkan menjadi ilmu bantu dalam menafsirkan al-Qur`an dengan tetap memperhatikan kaidah-kaidah kebahasaan Arab --sebagai bahasa al-Qur`an-- dan prinsip-prinsip syariah.

Tidak ada komentar: